Cerita Sex Berawal Dari Langanan Berubah Menjadi Berhubungan

Narasi Seks Asli 2018 Beberapa kali sudah kami terima order berbentuk botol kecil atau gelas oleh lembaga atau perseorangan. Hal tersebut berawal dari kami menebar penawaran berbentuk kertas foto copy-an di perempatan jalan dan acara – acara arisan dan semacamnya. Tentu saja harga sudah kami samakan awalnya, lain jika untuk dipasarkan kembali. Mereka terang tidak berkeberatan pada harga yang sudah kami tentukan itu, karena rata – rata dari kelompok menengah ke atas.

Cersex SelingkuhAcara seperti arisan pasti pesertanya ialah beberapa ibu – ibu, baik yang muda atau 1/2 baya. Normal saja bila menyaksikan golongan udara yang menarik hati kita akan merasa tertarik. Disini pengalamanku akan kuceritakan. Sebutlah saja Ibu Lis. Suaminya seorang notaris yang cukup sukses di kotaku. Ibu Lis dahulu pesan jus berbentuk botol kecil dengan nilai 150ribu, jumlah yang lumayan untuk kami.

Ternyata akan dijualnya kembali di arisan kelompoknya. Ibu Lis ialah figur ibu rumah-tangga yang quite enough personality, lumrah ingat background suaminya. Tingginya 155cm-an; semampai; rambut sebahu; manis mukanya ( score 7 ); dengan usia kutaksir 40an. Tidak ada hati apapun itu saat pertama berjumpa mengantarkan order. Saya menghargainya karena pelanggan adalah ujung tombak pemasaran. Pada mereka yang merasa senang pasti diharap akan menceritakan ke teman; saudara; dan lembaganya untuk turut mengorder ke kita.

Terhitung telah 3x ini Ibu Lis pesan jus dalam nilai yang cukup. Dahulu belum kuberikan nomor ponselku karena langsung order pada tanteku. Sehubungan yang mobile saya, pada akhirnya tante memberikan nomor2 berlangganan khusus padaku. Ini hari Ibu Lis pesan jus kembali, pasti nilainya ok. Dia sms

˝Mas, dapat diantarkan ke rumah jam berapakah ?˝ Segera kujawab
˝Ya Ibu ingin jam berapakah tentu saya antara ˝.
˝Ok..jam 9 kalau begitu ya. Saya tunggu˝. Balas kembali,
˝Ya Bu..terima kasih˝. Sesudah semua usai ku-packing, starter motor,…wusss pergi. Sampai di tempat tinggalnya jam 8.15. Saya cari knop bel tempat tinggalnya, tet..tet ( cukup 2x, di atas 3x kurang ajar ).

Ibu Lis keluar di rumah tetap menggunakan baby doll.

“Lho kok telah nyampai..?”
“Iya Bu..agar sama2 sedap”.
“Oo..terima kasih lho Mas . Maka saya bisa juga cepat pergi. Oh iya..ini uangnya”. Ibu Lis memberikan beberapa uang dan kuhitung ada lebihnya,
“Kembali 20 ribu Bu.”.
“O ya..tidak pa2. Buat Mas saja..sudah pagi2 nyampenya”. Dia menjawab sekalian tersenyum.
“Manis ia..”, demikian pikirku.
“Sesaat dahulu..”, dia menyuruhku menanti, entahlah ada perlu apalagi. Sesudah keluar kembali sekalian bawa kunci mobil,
“Mas..dapat minta bantuan ditempatkan mobil sekaligus..?”
“Oh..dapat Bu”, saya menjawab sekalian terima kunci mobilnya.

Kutekan knop sirene mobil dan kuletakkan cooler jus di jok tengah. Hal yang tidak kusadari ialah rupanya Ibu Lis meng ikutiku. Waktu mengusung cooler yang cukup berat,

“Saya tolong Mas..” Saya kaget terkejut,
“Oh..dapat kok Bu..terima kasih”. Tetapi dia masih tetap turut mengusung dan saya tidak merasakan jika ternyata barusan sebelumnya sempat menyenggol segi dada kanan Ibu Lis. Sesudah 5detik selanjutnya baru saya mengetahuinya,
“Maaf Bu..tidak menyengaja..”
“Apanya..ohh..tidak papah”. Dia cuma tersenyum. Selekasnya kurapikan tempat cooler, kukunci mobil dan kuserahkan kuncinya.
“Telah Bu..maaf tadi..” Dia terima kunci dan berbicara
“Sudah..tidak papah kok Mas..terima kasih telah ditolong ya..”
“Iya Bu..saya yang terima kasih..” Saya cepat2 starter motor dan selekasnya lari dari tempat tinggalnya,
“Aduh genting..mudah-mudahan ia tidak geram dan ingin pesen..Untung tidak ada yang simak barusan..”. Beragam pikiran serba salah dan malu penuhi pikiranku.

Tetapi selekasnya kutepis,

“Ahh..tidak tahu..mudah-mudahan tidak apa2. Masih kencang susunya..” Saya nyengir ingat peristiwa barusan.

Saat tetap di jalan tiba-tiba ponselku tergetar, saya melihat kanan kiri jalan untuk menyisih buat menyaksikan siapakah yang telepon atau sms saya. Kubaca tercantum Ibu Lis,

“Mas, ingin ngrepotin kembali, dapat tidak..?”
“Ada apakah ya..”, saya berpikir macam2,
“Kalau saya dapat, saya tolong Bu..”.
“Begini lho Mas, pengemudi yang umum sama saya tidak dapat nganter, istrinya cukup panas tubuhnya. Kalau Mas tidak repot, saya minta bantuan dikirim. Saya sich dapat nyetir, tetapi kalau jaraknya cukup jauh masih takut”. Saya tidak langsung balas smsnya,
“Bagaimana nih..sebenarnya sudah usai semua sich. Tetapi kelak kalau tante bertanya mo ke mana tidak jawab apa..?”
“Dapat kok Bu, sudah usai semua kok. Kelak Ibu jemput saya di jalan di deket tempat tinggalnya tante saja”.
“Oh begitu, ya sudah. Terima kasih banyak Mas, ngrepotin terus”.
“Tidak ngrepotin kok Bu. Kalau saya dapat ya saya tolong”. Balas2an sms usai.

Sesampai di dalam rumah tante, saya parkir motor dan cari tanteku yang di dapur.

“Tan, saya dijemput temanku. Dibawa mencari buku..tidak tinggal dahulu ya”. Tanteku menjawab,
“Ya..semua pekerjaan telah usai tho”. “Sudah semua kok Tan..keluar dahulu ya..”
“Ati2 ya..”, tante menjawab sekalian asyik mengolah.

Lantas saya ke kamar ambil sebungkus rokok untuk temani menanti Ibu Lis tiba kelak. Saya jalan ke jalan besar depan gang rumah tanteku. Saya duduk di batu di trotoar dan kukeluarkan sebatang rokok lantas kunyalakan. Sekalian merokok saya berpikiran,

“Diminta ke mana ya sama Bu Lis..moga tidak jauh2 sangat”. Sekitar 10menit selanjutnya sebuah mobil dekati trotoar.

Saya tidak mengetahuinya karena asyik nikmati rokok.

“Mari Mas..pergi..”. Saya melihat ke samping dan kusaksikan sebuah mobil yang kukenal,
“Lho itu Bu Lis telah tiba”. Kaca kiri depan turun 1/2 dan kusaksikan sebuah muka Ibu Lis.
“Oh ya Bu pergi saat ini”. Ibu Lis menggunakan kacamata hitam yang jelas ber – merk; dengan gaun terusan warna oranye cerah; berkalung manik2 kecil2 warna biru; di atas bangku kiri terkapar tas hitam mengkilap.

Ibu Lis lantas keluar dan kubukakan pintu kiri depan. Tercium minyak wangi yang kukenal. Selanjutnya saya ke arah pintu kanan; duduk; sesuaikan bangku dan spion mobil; baru jalankan mobil. Semua itu tidak terlepas dari pandangan Ibu Lis,

“Mas cermat sekali ya..”. Saya melihat,
“Iya Bu..kan agar saya nyaman nyetirnya dan untuk keamanan”. Ibu Lis tersenyum mendengarku.

Sekalian menyopir saya luangkan melihat Ibu Lis,

“Tambah manis saja kalau sudah rias. Oh ya..memang manis dan ada dana sich..”.
“Oh iya Bu..ini ingin ke mana..?”
“Ke jalan Mayjen Sungkono Mas..”. Memang lumayan jauh dari rumah Ibu Lis.
“Mas..maaf umurnya berapakah?” Ibu Lis menanyakan.
“30 lebih Bu..”.
“O ya..kalau begitu tertaut sedikit dengan saya. Kalau begitu panggil Mbak saja agar sedap”.
“Emm..tidak sedap Bu..”.
“Tidak pa2 kok…”.
“Tetapi kalau sedang berdua saja..tujuan saya kalau di mobil atau sms. Selain itu masih tetap Ibu..ya Bu..eh Mbak..” Dia ketawa dengar saya cukup grogi.
“Iya Mas..oh iya..sampai lupa. Nama Mas siapa..sudah seringkali bertemu belum tahu nama..maaf lho Mas..”
“Tidak pa2 kok Mbak..Iwan Mbak”.

Itil V3
Saya baru mengetahui, rok terusan itu panjangnya sedikit di atas lutut dan..belahan dadanya sedikit lebar. Karena itu saat sikap duduk Ibu Lis berganti ke kiri, belahan dada samping kiri turut kelihatan walaupun cuma sedikit. Itu juga cukup membuatku ada bunyi ting2 di kepala. Dan panjang rok itu turut sedikit naik jika Mbak Lis mengobrol padaku dengan sedikit memiringkan badannya ke kiri. “Cukup putih kulitnya..Iyalah..dirawat..” Mbak Lis tidak sadar atau biarkan saja posisi gaunnya.

“Cukup..pagi2 gratis panorama cantik”, bunyi pikiranku bersenandung.

Kami mengobrol apa sampai dekati jalan diartikan.

“Arah mana ini Mbak..?”
“Masih..itu ada mobil hijau keluar gang Mas masuk saja. Kelak saya beritahu nomornya”. Sesudah 5menitan,
“Nach..itu ada beberapa mobil stop. Tempat tinggalnya no 40, pagar biru”. Saya hentikan mobil pas di muka rumah,
“Mbak turun dahulu..kelak cooler – nya saya yang bawain”.
“Duh..terima kasih lho Mas..ngrepotin kembali..”.
“Mbak..jangan katakan begitu terus..saya menjadi tidak sedap”.
“Iya dech..” Sesudah berputar-putar dan cari tempat parkir, saya turun dengan bawa cooler.

Lantas saya masuk rumah, di situ banyak ibu2. Ada yang muda dan banyak pula yang seumuran Mbak Lis. Dia mendekatiku dan berbisik

“Simpan di dapur saja Mas..agar di mengatur pembantu2 kelak..” Saya cari dapur yang diartikan dan kuletakkan di situ.
Narasi Seks 2016 Bermula Dari Berlangganan
Sebelumnya sempat kudengar ada yang menanyakan siapa itu, tujuannya saya pasti, dan dijawab sepupunya. Saya segera keluar dari rumah dan ke arah mobil. Belum sampai mobil Mbak Lis panggilku,

“Mas..ini sedikit ada bekal buat Mas..kalau tunggu saya tentu jemu. Paling 2-3jam kembali baru usai acaranya”.
“Ha..oh..aduh..tidak perlu Mbak..saya ada kok..” Walau sebenarnya hanya ada 20ribu di dompetku.
“Sama seperti siapa saja..sudah mengambil saja..”, sekalian tangan kananku digenggamnya, lembut, dan berasa ada sebuah uang pada tanganku.
“Terima kasih Mbak..kalau begitu kelak tidak jemput 2 – 3jam kembali ya..”
“Atau..kelak kalau ingin buyar tidak sms saja Mas..”.
“Iya dech Mbak..”. Mbak Lis segera lagi ke rumah dan saya masuk mobil.

Kusaksikan ada selembar uang 100ribu pada tangan.,

“Wah…lumayan nih..untuk apa ya..menonton atau bermain games ya..”. Saya menanyakan pada diriku sendiri, akan dipakai buat apa uang ini.
“Ah..berpikir kelak saja..yang terang saat ini ke mall deket sini”. Kulirik arloji,
“Tidak perlu mengebut..ada banyak waktu”. Sesampai di mall, saya belum memutuskan akan ke mana.

Pada akhirnya saya ingin bermain games dahulu sepuas hati, lantas makan. Tidak berasa waktu melejit seperti anak panah. Arlojiku memperlihatkan jika tidak lama nantinya arisan akan usai. Saya selekasnya menuntaskan makanku; bayar di kasir; ke arah parkir mobil; dan melaju di jalan buat jemput Mbak Lis.

Betul saja. Ponselku mengeluarkan bunyi,

“Halo..Mas..1/2 jam kembali saya dijemput ya. Ingin usai nih acaranya”.
“Oh iya Mbak..ini tinggal 2km-an kok”.
“Ya dech..”. Sampai di situ, kusaksikan Mbak Lis dengan rekan – temannya telah di muka pagar. Saya berhentikan mobil dan kubuka pintu depan kiri dan pintu tengah untuk masukkan cooler, yang dibawa pembantu pemilik rumah.
“Daagghh..sampai bertemu kembali ya semua..”, Mbak Lis mohon pamit.

Tidak menyengaja kulirik, ada banyak rekan Mbak Lis yang senyuman2 padaku dan Mbak Lis, entahlah apa tujuannya. Kami juga gabung lagi dengan kendaraan – kendaraan lain di jalan raya.

“Habis Mbak jus – nya..?”.
“Iya..sukur. Gunakan ngancam masalahnya..ha3x..”.
“Wah..garang Mbak ini..”.
“Garang..tujuannya..?”.
“Ha..oh..tujuanku horor Mbak..gunakan acara ngancam semua”.
“Ohh..tidak berpikir garang apa”, sekalian tersenyum.

Saya tersenyum dan benakku berbicara

“Lha..yang tidak tujuan memang tersebut..tetapi sepertinya Mbak tidak ngeh. Tujuannya garang apa barusan apaan ya..?Tahu dech”. Kami lantas terlibat perbincangan ke situ kesini, datang – datang “Mas..ingin ngrepotin sekalii kembali..kalau tidak lelah dan bosen tidak mintain tolong sich..”. Saya bertanya2 dalam hati
“Apalagi..”. “Ingin tidak anter ke mana Mbak..?”.
“Begini..saya ingin ke Batu..nglepasin pikiran dan lelah..bagaimana..?”. Mbak Lis melihatku dengan pandangan yang kubayangkan seperti film Sinchan jika meminta suatu hal pada Mamanya.
“Tidak ada acara ke mana2 sich saya Mbak..kalau Mbak sendiri tidak lelah..ya mari saja”.
“Benar nih..wah..terima kasih sekali ya Mas..mudah-mudahan tidak jera ya..”, dengan tangan kanannya menggenggam, persisnya kurasa menyeka, tangan kiriku yang menyopir. “Yah..terima kasih kembali..tidak menjadi saja wis..”, saya memikatnya.
“Eh..iya..iya..ngambek ya..”, ternyata Mbak Lis takut kalau saya betul2 tidak menjadi temani ke Batu.

Saya cuma terseyum lebar. Walau sebenarnya dalam hati saya sedikit mengeluhkan

“Aduh..sudah jam begini..jalan Porong kan tidak dapat diprediksikan. Ahh..simak nantilah”. Jadilah sepanjang perjalanan ke Batu ada-ada saja hal-hal yang kami bahas.

Saat di wilayah Pandaan, kulirik Mbak Lis yang ternyata sudah tertidur.

“Pantes..tidak mengajak bicara tidak njawab..Kasihan..lelah tentunya”. Mbak Lis kelihatannya nyenyak, napasnya naik turun teratur.
“Kalau cocok begini Mbak Lis tambah manis saja..Lha..belahan dada kirinya kok tambah lebar kembali. Tidak benerin atau kelak bangun justru. Agar kematianah, kelak kalau bangun tidak kasih tahu. Cukup..ada yang dapat disaksikan cocok jalan membuat kesel hati”.

Mendekati sampai Batu, kudengar ada gesekan pakaian dan bangku,

“Sudah bangun Mbak Lis ternyata”.
“Duh..nikmatnya tidurnya Mbak..sepertinya lelah sekali”.
“Hmm..iya nih..tidak tahu kok mengantuk benar dari barusan”. Mbak Lis mengerakkan dua tangannya di depan dan kedengar derak jari2nya.
“Maaf ya Mas..tidak tinggal tidur..lama nantinya”.
“Tidak pa2 Mbak..kalau tidak dibuat tidur kelak nyampe Batu justru dapat tidak sedap semua tubuh. Kan ucapnya ingin santai sesaat”.
“He3x..iya..Oh iya..kelak saat sebelum nyampe Batu makan dahulu yok..laper nih”.
“Iya Mbak..sudah metahan dari barusan”, sekalian saya nyengir.

Pada akhirnya kami cari rumah makan,

“Ingin makan apa Mas..?”.
“Nikmatnya sich dingin begini makan sate..sate apa ya..kambing saja wis”.
“Saya tetapi masuk sama Mas saja ya..10 tusuk Mas saya lima saja. Agar membuat panas tubuh kata orang. Saya pesen lele geprek saja..Mas ..?”.
“Simak kelak Mbak..kalau punyai Mbak tidak habis tidak habisin kelak”. Kami makan sekalian berbincang2.

Saya saksikan sekitar, ternyata sejak dari barusan beberapa ada yang memerhatikan kami, mungkin dipandang sepasang pacar. Karena kuakui kami cukup dekat, walau sebenarnya baru pertama ini kali sebegitu dekat.

“Mas ingin habiskan lele ini..kenyang saya”.
“Hmm..ya dech..sayang sudah dibeli”. Sesudah makananku habis
“Mbak..saya ngrokok ya..?”, saya meminta persetujuannya.
“Tidak pa2 Mas..kan umumnya memang begitu. Apalagi udara dingin begini”. Saya menghidupkan 234 sebatang, pusss..
“Nikmatnya..kenyang cocok pada tempat dingin kembali”. Rokok juga habis
“Terus..ke mana saat ini Mbak..?”.
“Sekalian jalan saja yok..”. Kami juga kembali lagi ke mobil sesudah Mbak bayar makanan kami.

Dalam mobil

“Mas..emm..jalan dahulu saja wis”.
“Ada apakah sich Mbak..katakan saja”.
“Tidak dahulu..jalan saja ya”. Saya cuma merendam pertanyaan “Ada apaan sich..ada permasalahan ta Mbak Lis..?”. Saya jalankan mobil dengan kecepatan sedang, menanti keluarnya pengucapan Mbak Lis.

Sekitar 10menit selanjutnya

“Begini Mas..saya ingin nginap di Batu. Tetapi kalau Mas berkeberatan ya sesaat saja di situ”. Deg, hatiku
“Aduh..bagaimana nih..sebenarnya tidak pa2 sich. Saya free”.
“Tetapi orang rumah Mbak bagaimana..?”, saya menanyakan.
“Kalau Mas sepakat..ya saat ini tidak telepon katakan diajak teman2 nginap di manalah..”
“Ya sudah..nanggung , sudah jam begini. Saya tidak ada acara ke mana2, kelak tante tidak telepon “, jawabku.
“Makuasih buanyak ya Mas..jarang2 lho ada anak seperti Mas”.
“Ah Mbak..jadi lebih besar nih..”, godaku.
“Besar apanya Mas..?”.
“Ya berbesar kepala lah Mbak..”, saya ketawa.
“Uhh..dapat saja”, sekalian tangan kanannya mengelitiki pinggangku.
“Kok tidak geli Mas..?”, tanyanya bingung.
“Mulai sejak dari sejak kecil tu saya tidak pernah geli kalau digelitikin. Ucapnya sich..kuat..”, saya tidak melanjutkan kalimatku.
“Kuat apa Mas..?”.
“Emm..kuat nge – seks”, entahlah dengan keberanian apa saya bicara tersebut. Pikirku
“Agar saja..lagian kita sudah seperti kakak adik dari barusan”.
“Hah..masak sich..saya baru denger”.
“Ya kan kata orang Mbak”. Duduk Mbak Lis lebih miring ke kanan, kelihatannya tertarik sama perkataanku
“Jujur saja..Mas sebelumnya pernah bermain dengan cewek kan..?”. Saya terkejut
“Ya iyalah Mbak..kalau bermain ma cowok tu kalau cewek sudah tidak memberikan kepuasan kembali..hi3x”.
“Terus..sudah berapakah kali?”.
“Baru 6 – 7 kali – an. Memang mengapa Mbak?”.
“Nakal ya..Terus..ceweknya bagaimana..tujuanku senang apa bagaimana?”. Saya berpikir
“Wah..perkataan kita sudah menjoroks2 nih..Cuek ah”.
“Seingatku dan hatiku sich senang sepertinya. Mengapa Mbak tanya2 terus seperti polisi sich..Memang siapa ingin mraktekkin dengan aku..teman Mbak..atau..?”.
“Atau apa eh siapa Mas?”, Mbak Lis ingin tahu kelihatannya.
“Yaaa..Mbak kali..hi3x”.
“Heii..nakal sangat ya..”, plus tambahan mencubit lengan dan kuping kiriku.
“Aduh..atit kan..Setelah nanyanya tidak habis2”, saya beraga seperti anak kecil.
“Huh..awas ya kelak..”, Mbak Lis duduk menghadap depan kembali dengan tangan di dada dan bibir yang meruncing.
“Ha3x..duh..manis..maap ya..Cup3x..”, saya merayunya dengan menepuk2 lengan dan pipi kanannya.
“Ih..gunakan pegang2 pipi”, Mbak Lis berbicara sekalian mengelus pipi kanannya seakan2 terjamah suatu hal yang tidak sedap.

Saya cuma ketawa. Kita seperti saudara atau anak kecil waktu itu.

Kami cari pemondokan yang banyak menyebar di Batu. Datang di pemondokan, CS pemondokan menanyakan “Ingin dua kamar Bu?” Mbak Lis cepat menjawab

“Tidak 1 saja, yang singgel bed ya Mbak, terima kasih”. Saya pura2 tidak dengarnya dan keluar ruang untuk menghidupkan rokok kembali
“Mungkin Mbak takut tidur sendiri di lokasi yang baru semacam ini”. Udara semakin bertambah dingin
“Tahu begini barusan membawa jaket atau sweater”, saya menakupkan tangan kanan di dada.
“Mas..mengapa..dingin ya?”
“Ya iyalah Mbak..masak kepanasan di sini”, sekalian nyengir.
“Sehubungan kita tidak membawa pakaian mengganti, mencari yok disekitaran sini”, mengajak Mbak Lis.
“Terserah Mbak saja”, jawabku.

Kami keluar pemondokan dan ke arah pasar yang paling dekat. Mbak Lis beli pakaian hangat 1; daster 1 dan underwear 1set. Sedang saya dikasih uang dan terang saya membeli kepentinganku sendiri, cuma 1 kaos dan 1 kaos hangat. Kami membuat janji berjumpa di dekat mobil.

“Membeli apa Mas?”. “1 kaos sama 1 kaos hangat”.
“Ha..tidak membeli cd ta?”.
“Tidak Mbak..biasa cowok”, kataku sekalian garuk2 kepala.
“Kotor ah..meskipun esok kita pulang tetapi sudah sepanjang hari kan. Tidak beliin saja wis”.
“Tetapi Mbak..”, belum kulanjutkan Mbak Lis telah melejit ke gerai samping cari cd yang dirasakan cocok bagiku. Kami sudah ada di mobil kembali
“Nih Mas..moga cukup”, Mbak Lis memberikan kemresek hitam padaku.

Kusaksikan ukuran rupanya betul, warna biru

“Kok dapat tahu Mbak ukuranku? Terima kasih ya Mbak”.
“Yaa kira2 saja. Cowok tu harus juga menjaga kebersihan”.
“Iya Mbakku sayang..”, rajukku.
“Huu..nggombal saat ini ya”.
“Ya kan memang benar. Kita seperti sudah saudaraan lama dan dekat”.
“Iya sich..”.

Selang beberapa saat kami sudah ada di pemondokan kembali.

“Kamar berapakah Mbak?”.
“201 Mas”. Saya ke arah CS dan ambil kunci.

Pemondokan itu lumayan bagus dengan sarana kolam renang dan lapangan tenis. 5menit selanjutnya kami sudah ada di depan pintu kamar. Saya mengeluarkan kunci dan kubuka pintu

“Silahkan Mbak yang manis”.
“Ah..Mas nggombal kembali”.
“Ya sudah kalau tidak ingin disebut manis..Mbak yang cukup cukup”, kugoda kembali.
“Tidak ingin katakan manis ya wis..tidak pa2”, Mbak Lis tidak melihatku, masuk langsung.

Saya cukup melafalkanrnya dan kugelitik pinggangnya.

“Ehh..geli tahu”, Mbak Lis menghindari sekalian tubuhnya berputar-putar tetapi tidak batal terserang sedikit.

Saya ketawa menyaksikan kelakuannya. Kukunci pintu dan lampu2 langsung berpijar.

“Kelihatannya bintang 3 ini. Walau sebenarnya kita hanya tadi malam..ah agar saja. Mbak kan memang duitnya lebih dari orang umumnya”, pikirku.

Kami menempatkan belanjaan di atas meja dekat tv. Saya ke arah kamar mandi untuk membuang air kecil sekaligus bersihkan muka, lekat kurasa dari barusan. Pintu kamar mandi menyengaja tidak kukunci, toh cuma kami dalam kamar. Saat penis tetap keluarkan air tiba2 pintu terbuka. Rupanya Mbak Lis melihatkan kepala ke

“Lho..tidak digembok tho..pipis ya Mas”. Saya melihat dan
“Iya Mbak..kan hanya ada kita dan ya saya pipis lah, masak nyemen tembok”.
“Huu..”, hanya itu sahutannya dan pintu disisakan sela, tidak ditutup kembali.

Saya lantas membersihkan muka dengan sabun. Keluar kamar mandi kusaksikan Mbak Lis sedang keluarkan belanjaannya dan ditepatkan di tubuhnya. “Pas kok Mbak dasternya”, saya mengomentarinya.

“Eh..iya”. Daster itu warna putih berbunga biru kecil2, cukup tipis.

Mbak Lis menempatkannya kembali dan ke arah kamar mandi dan kudengar suara ciri khas wanita sedang membuang air kecil. Dari kaca yang terdapat di muka tempat tidur kusaksikan pintu kamar mandi tidak ditutup Mbak Lis, sisa sela. Tetapi tidak kuhiraukan, kelak dipandang kurang ajar jika kedapatan. Saya menghidupkan tv dan kucari kanal kartun, cocok, Tom dan Jerry. Walaupun sudah seringkali kusaksikan tetapi tentu judul2 tertentu membuatku ketawa lebar.

“Simak apa sich Mas..ya ampun kartun. Sudah besar kan”, Mbak Lis keluar kamar mandi dan melihatku ketawa lebar.
“Kartun kan sepanjang zaman Mbak..tidak ada istilah sudah besar atau masih anak2”, saya memberi komentar kembali.
“Iya dech..terkadang memang lucu2 sich”.
“Mbak ingin mandi dahulu atau saya atau..”, kalimatku menyengaja kugantung.
“Atau apa..”, bertanya Mbak dengan raut muka telah memahami lanjutannya.
“Mandi bersama..”, yang kubarengi loncat ke samping kiri tempat tidur karena Mbak Lis selekasnya arah ke kanan dan akan mencubit atau apalah.

Terang kelihatan mukanya yang marah dengan ucapanku.

“Hei..ingin ke mana..sini..Nggoda terus dari barusan”. Saya beralih2 ke kiri dan kanan, menghindariinya.

Mbak Lis juga begitu.

“Sudah..sudah..keringatan nih Mbak..ampun dech. Giliran barusan saya ditanya2 terus..he3x”.
“Huh..iya..jadi keringatan. Awas kelak”. Tetap dengan muka cemberut Mbak Lis hentikan laganya lantas tiduran terlentang.

Napasnya naik turun cepat. Saya elus kepalanya

“Maap Mbakku..sudah mandi dahulu sana, setelah itu saya”. Ia diam, cuma menarik napas pelan2
“Iya..tetapi tetep awas kelak”.
“Sejak dari barusan katakan awas terus..memang ingin mbalas apa sich?”, batinku.

Mbak Lis bangun dan ambil daster putih lantas melemparkan bantal ke arahku dan lari ke kamar mandi. Saya terkejut tetapi tetap sebelumnya sempat tangkap bantal itu

“Lucu Mbak Lis itu”. Saya teruskan cari kanal film atau lagu2 80 – 90an.

Kusaksikan kembali pintu kamar mandi tidak tertutup

“Mbak..pintunya tidak ditutup ta. Tidak tutup ya..”.
“Eh jangan..Saya sebelumnya pernah kekunci karena itu kalau saya sudah mengenal dengan orang saya yakin saja. Mengapa..ingin ngintip ya..”.
“Oo begitu..Benernya begitu sich..hi3x”.
“Sini..tidak semprot air kelak”.
“Emoh kalau begitu”. Kuperhatikan kembali walaupun samar2 dari kaca depan tempat tidur
“Badannya masih ok ..sayang tidak kelihatan..hi3x”. Tidak sadar saya tertidur.

Terjaga saat kurasakan sentuhan hangat di pipi kananku dan

“Mas..ketiduran ya..mandi dahulu gih..agar sedap”.
“Hmm..iya Mbak”, sekalian menggelinjang dahulu.

Tetapi mataku langsung lebar terbuka. Mbak Lis keluar kamar mandi secara berdaster putihnya yang sedikit tipis dan underwear yang membayang terserang cahaya monitor tv

“Hitam rupanya berwarna..my fave nih”. Mbak Lis cuek saja karena terang bahasa badannya menunjukkan jika dia tidak terusik dengan keadaan dasternya.

Saya lantas bangun ambil kaos dan cd lantas ke kamar mandi,dengan pintu tidak kututup.

“Kok tidak ditutup Mas pintunya?”.
“Menyengaja Mbak..siapa tahu ada yang ingin ngintip..he3x”.
“Huu”, cuma itu komentar Mbak Lis.

Saya menghidupkan air hangat yang kuimbangi sama air dingin, ingin merendam. Sesudah kurasa cukup ketinggiannya saya bersabun dahulu, kubilas lantas masuk ke dalam bathtub. Nyaman sekali rasanya, sesudah sepanjang hari di jalan. Sebelumnya sempat tertidur saya. Selanjutnya saya buka pembuangan air bathtub dan keringkan badan. Keluar kamar mandi kusaksikan Mbak Lis tertidur kembali, kelihatannya menanti saya usai mandi, karena posisi tidurnya menghadap arah kamar mandi. Dengan posisi semacam itu, gunung cantiknya cukup kelihatan karena belahan daster di dada lumayan lebar.

Sesaat saya merasa bangun gairahku

“Duh..membuat ingin sentuh saja nih tempatnya”. Selanjutnya saya hati2 duduk di samping kanannya dan kuusap pipi kirinya
“Mbak..Mbak..tidak dingin ta..”. Mbak Lis tidak dengar kelihatannya.

Saya menarik selimut dan akan kututupkan ke badannya. Belum sampai ke sisi dada, Mbak Lis buka mata mungkin merasa ada gesekan kulit dengan suatu hal.sebuah hal.

“Hmm..oh..sudah usai mandinya Mas..”.
“Sudah Mbak..sedap ya tidurnya..maaf ngganggu”, sekalian kuelus rambut di keningnya.

Entahlah, reflek saja waktu itu. Mungkin hubungan kami dan memulai muncul rasa sayang di diriku. Mbak Lis melihatku mesra

“Emm..iya Mas..Setelah merendam barusan menjadi mengantuk”.
“Iya Mbak, saya sudah ngrasa sedap sekarang ini. Terima kasih ya sudah ngajak saya kesini, pakai bathtub kembali . Maka dapat merendam”.
“Sama2 Mas”, Mbak Lis memegang tanganku yang terdapat sedang bermain2 dengan rambut di keningnya. “Jadi laper kembali nih Mbak. Pesen makan ya Mbak ?”.
“Pesen saja. Saya laper kembali. Mana menunya Mas?”. Kuambil menu yang di terkapar di atas meja tv.
“Saya pesen nasi goreng spesial saja Mas sama jeruk anget”.
“Saya yang seafood saja, minumnya sama”. Saya memencet tombol room servis dan mengatakan order kami.

Mbak Lis menarik selimut yang tetap pada bagian perutnya sampai ke dada.

“Mas tidak dingin ta..masuk saja”.
“Iya sich..”. Saya lantas turut masuk ke dalam kembali selimut, hangat.
“Mbak..mengapa tidak dua kamar pesennya?”.
“Saya takut sendiri..kan tempatnya baru kukenal”. “Heeh”, jawabku.
“Mas..kelak saya ke kamar mandi kalau pegawainya ketuk pintu..tidak sedap saja. Uangnya mengambil saja di tas”. “Baru ingin katakan saya”. Selang beberapa saat ada yang mengetuk pintu.

Mbak Lis bangun dan ke arah kamar mandi lantas tutup pintunya. Karyawan room servis masuk bawa order kami lantas kubayar dan kuberi panduan. Sesudah dia keluar kamar, kuberbisik

“Mbak..sudah”. Mbak Lis keluar kamar mandi dan berselimut lagi.
“Wah..jumlahnya jatahnya”.
“Iya nih Mbak..tidak tahu setelah tidak ini”. Kami makan sekalian menyaksikan film barat diselipin mengobrol. Piring2 kami tempatkan di atas meja samping tv.
“Mas..beliin bodi lotion yang tidak terlampau lekat dan baunya yang sedap ya”.
“Untuk apa Mbak..malem2 begini. Kan pagi semestinya”.
“Engg..kalau bisa..tetapi kalau Mas lelah ya tidak perlu”.
“Tidak Mbak..sudah biasa kok. Apa sich Mbak ?”.
“Enngg..ingin meminta pijet..”, sekalian matanya melihat penuh berharap.
“Oo..tidak berpikir apa. Bisalah Mbak”. Saya keluar kamar dan ke arah drug toko pemondokan di muka.

Di situ saya membeli lotion yang kuanggap terbagus. Tebersit dalam benakku

“Kayak2nya bersambung nih..apa membeli kondom ya..”. Dibanding pikirkan terus, saya membeli kondom 2dus kecil isi 3.

Sampai di dalam kamar Mbak Lis sedang pejamkan mata

“Apa tidur kembali ya..”.
“Mbak..ketiduran kembali ya..”, kutepuk perlahan pipi kirinya.
“Emm..setelah Mas lama sich..membeli apa saja sich”.
“Barusan yang menjaga ngajak kenalan”, saya memikatnya.
“Huu..penginnya”. “Menjadi pijetnya Mbak ?”.
“Ya jadilah..tetapi matiin lampu ya..”. “Malu yaa..”.
“Sudah sana cepat”. Saya lantas mematikan lampu besar, tv dan kusisakan yang samping kananku saja.
“Tv – nya kok dimatiin Mas ?”.
“Kelak tidak konsen mijetnya. Mbak geser cocok di tengah-tengah ya, agar sedap”. Mbak Lis geser badannya ke tengah sama seperti yang kuminta.
“Selimutnya tidak membuka apa tidak Mbak ?”.
“Pakai saja..dingin”. Mbak Lis tengkurap dengan selimut tutupi badannya.

Saya menyelusup masuk dan menempatkan diri supaya sedap memijatnya. Tangan Mbak Lis kuposisikan mirip orang berserah saat ditodong senjata. Saya duduk antara 2 pahanya yang kubuka sedikit lebar. Kutuang lotion di telapak tangan dan sedikit pada bagian kaki dahulu yang kupijat. Pertama kaki samping kiri. Kupijat selanjutnya kuluncurkan tangan ke sisi lutut, berulang2, begitupun kaki kanannya.
Narasi Dewasa Bermula Dari Berlangganan
Mbak Lis diam saja.

“Pahanya ya Mas”.
“Ok Mbak”. Karena Mbak Lis yang memberikan perintah karena itu saya berani.

Hal yang kulakukan waktu pada bagian kaki kulakukan juga pada pahanya, cuma kuhentikan sampai dekati bokong. Mungkin Mbak Lis merasa saya malu atau bagaimana

“Bokongnya dipijet Mas..tidak pa2”. Saya sangsi, tetapi kulakukan .

Saya sibak daster sampai hanya pinggang. Satu bentuk bokong yang cukup padat, ingat umur Mbak Lis. Lantas saya memijatnya, mungkin persisnya sedikit meremas tetapi bukan kelompok gairah. 10 jariku meremas dan melaju atas bawah, perlahan tetapi cukup berkekuatan, baik bundaran bokong atau sisi2nya.

Entahlah betul atau mungkin tidak tapi saat sedikit sentuh cd sisi belahan dua bokongnya yang bawah, ada rasa hangat dan basah kelihatannya. Harus penisku mulai menggelinjang bangun. Bagaimana tidak, berdua di dalam kamar, acara memijat juga.

Kusaksikan Mbak Lis pejamkan mata dari barusan, tetapi napasnya sedikit berbeda.

“Mbak..punggungnya bagaimana ini. Tidak pijat di luar atau bagaimana ?”.
“Ya dari dalam Mas..di luar tidak kerasa”. Kepalang basah, toh Mbak Lis telah memberikan lampu hijau.

Saya lanjutkan saja 2 tanganku sesudah dari bokong, naik ke punggung. Masih tetap kupijat dan khususurkan tangan2ku. Tanpa minta kesepakatan Mbak Lis, kucari kait bh – nya dan kulepas..tess, tetapi masih tetap ada di badannya.

“Lepas saja Mas..dapat ?”. Tidak kujawab, tali yang kiri kuturunkan dahulu sampai terlepas dari lengan lantas yang kanan.
“nanti ya Mbak..maaf”, kuangkat dada bawahnya untuk melepaskan keseluruhan bh – nya.
“Hmm..iya”, jawab Mbak Lis tanpa suara geram atau protes.

Sedikit terjamah kulit susu bawahnya,

“Masih kenyal “. Penisku semakin bangun dari tidurnya. Cuma saya tidak ingin keburu2 untuk bermesraan sama badannya, belajar pengalaman dari. Wanita semakin lebih kebakar jika irama kemesraan tidak pancal gas.

Kuperhatikan bh – nya, cari nomor ukuran

“Ukuran berapakah nih Mbak ?”.
“Apa..oh..34a. Mengapa kecil ya ?”, Mbak Lis melihat saya yang menggenggam bh hitamnya.
“34a tu biasa Mbak. Walaupun kecil tetapi kencang padat saya ya terang sukalah Mbak. Ya..sepertinya Mbak “, saya menyikapi pertanyaan Mbak Lis yang suaranya mungkin membuatku sedikit sedih karena ukuran. “Huu..belum tahu tetapi berlagak tahu nih”, jawab Mbak Lis.
“Perasaan saja sich Mbak”, saya menyahutinya sekalian nyengir.

Memijat punggung pasti mengakibatkan daster Mbak Lis akan naik, sampai pinggang. Saya memilih untuk mengapit dua pahanya dengan kaki2ku lantas duduk di bawah bokongnya, untuk mencapai sisi bawah leher yang tertutup daster. Tetapi selanjutnya Mbak Lis turunkan tali bahu kanan dan kiri, supaya saya tidak kesusahan lantas loloskan ke dua tangannya. Dari sebelumnya bokong; punggung dan sekarang bahunya hampir terbuka semua.

Namun dasternya tetap melekat di punggung atas.

“Dikurangkann sedikit tenaganya ya Mas..tidak kuat sakitnya”, demikian kata Mbak Lis.
“Iya Mbak”. Perlahan tetapi sedikit berkekuatan demikian kumulai memijat bahunya dengan 2 tangan.

Awalnya kutuang lotion di bahu dan telapak tanganku.

“Tidak kurangin kembali Mbak tenagaku ?”.
“Tidak Mas..cukup kok. Hmm..sedap”. Dari bahu, kualihkan ke tulang belikatnya,kuurut dan kupijat.

Makin ke bawah saya baru sadar jika dasternya tetap menempel di punggung.

“Mbak..tidak dilepaskan dasternya ? Ngganggu sisi punggung nih”.
“Hm..ya lepas saja Mas. Dasarnya kalau saya diem ya bermakna jalan saja”.
“Ok Mbak”. Saya ambil daster ke atas melalui kepala.

Mbak Lis menolong dengan luruskan tangan. Ketika akan lewat bahu, Mbak Lis diam saja, tidak mengusung badan. Lantas kupegang daster dengan tangan kiri, kusangga dada bawah Mbak Lis dengan lengan kanan yang bersilang sampai sentuh susu kirinya.

“Kapan kembali dapat dapat peluang seperti saat ini”, batinku senang. Mbak Lis masih tetap merem tetapi keluarkan suara
“Emm..” dan sedikit gerakkan bahu, kepalanya masih tetap miring ke kiri.

Ringkas tinggal cd yang tetap menempel di badannya. Kulanjutkan memijat dan mengurut punggungnya, dari bawah ke atas.

Datang – datang

“Mas..bokong barusan belum sempat dipijet gunakan lotion ya ? Ulangi kembali ya..kurang mantep”.
“Anything you wish Mbak”, jawabku.
“Huu..berlagak Inggris”, Mbak Lis memberi komentar.
“Kan memang cukup”.
“Iya dech”. Batinku berpikiran
“Hmm..mulai naik nih sang Mbak sepertinya”. Kulepas cd – nya, dengan mengusung dua pahanya saat turun melalui bokong.

Kutuang lotion di 2 telapak tangan. Kuremas kembali bokongnya. Saya memakai 2 jempol saat mengurut bokongnya. Saat kumulai dari bawah bokong untuk mengurut, harus berkenaan garis tengah 2 bokongnya.

“Geli Mas..”.
“Lha kan memang tentu terkena. Kalau tidak terkena bermakna tidak full bokong tho Mbak”.
“Iya sich”. Dua pahanya kubuka lebih lebar untuk mengurut paha dalamnya.

Saat naik, 2 jempolku berkenaan tempat sisi bawah anus Mbak Lis, yang disebut tempat cukup peka baik untuk cewek dan cowok.

“Emm..”, reaksi Mbak Lis dengan mencekram sprei.

Penisku semakin berdenyut dan merekah. Bukan menyengaja tetapi kuulang sampai 3x, karena saya wajib menyelesaikan pekerjaan. Mbak Lis semakin kuat mencekram sprei di atas kepalanya. Kurasakan tempat itu memanas dan sedikit ada basah, entahlah karena keringat atau cairan vagina yang mulai keluar. Kulanjutkan dengan mengurut segi kanan dan kiri badan Mbak Lis. Terang berkenaan segi luar susunya, cukup mengeras kurasa. Mbak Lis sedikit mengerak2kan kakinya.

“Geli Mas ah..”, waktu berkenaan ketiak kanan dan kirinya dan mengerak2kan badannya.
“Ucapnya apa saja Mbak tidak protes”.
“Iya..tetapi kan memang geli”.
“He3x”.

Saya buka kaos karena kurasa panas badan yang mulai bertambah.

“Mbak..sisi belakang sudah semua. Saat ini yang depan”. Mbak Lis putar badan untuk terlentang. “Pada akhirnya..bagian2 paling indah badan wanita dapat kusaksikan sekarang ini. Susu Mbak Lis termasuk masih bagus ingat umurnya. Pentil dan areola warna kecoklat-coklatan, ke-2 nya memiliki bentuk tidak jadi membesar walaupun telah memiliki anak. Perut sedikit berlemak, lumrah. Vagina masih tetap ok, berwarna sedikit hitam, dengan rambut yang teratur rapi tidak lebat. Ahh..semua kegemaranku”, batinku.

Ada 2menit saya melihat badannya. Mbak Lis masih tetap merem, mungkin malu.

“Mari Mas mulai mijet. Ucapnya saat ini yang depan”. Mbak Lis buka mata
“Kembali ngapain..eh justru liat2. Malu ahh”, Mbak Lis lantas tutup dada dan akan mengatupkan paha.

Tetapi karena saya ada antara 2 pahanya karena itu dia tidak dapat mengatupkan pahanya, cuma mengusung paha. Langsung kutahan dengan 2 tangan pergerakan pahanya

“Yah Mbak..kalau tidak ingin kelihatan yaa depannya tidak perlu saja. Dan kembali badan Mbak masih bagus”.
“Uhh gombal..biasa cowok”, Mbak Lis melihatku dengan mulut yang sedikit meruncing.
“Yaa..benernya sich tidak terlampau bagus. Agar senang saja”, saya memikatnya.

Mbak Lis membelalakkan mata dan sedikit tegakkan badan lantas mencubit paha dan tanganku.

“Habis..memanglah bagus kok. Disanjung tidak ingin..yaa saya gagalin..he3x”.
“Sudah..saat ini Mbak terlentang yang manis, diem dan cicipin saja..ok”, sekalian kubaringkan badannya kembali dan kutatap 2 bola matanya dengan menundukkan badanku.

Napas hangatku menimpa muka Mbak Lis. Kucium kening atasnya yang terdapat anak rambutnya. Kata orang, wanita jika di cium tempat itu merasa lebih disayang dan lihat. Kami sama-sama bertatap mata. Mbak Lis tidak bereaksi, cuma 2 bola matanya melihatku dalam dan dua tangannya berpegangan pada 2 lenganku saat akan kurebahkan. Mbak Lis merem lagi. Kuletakkan 2 tangannya disebelah kiri dan kanannya. 2 pahanya kembali kuturunkan dan lebarnya seperti sebelumnya. Saya duduk semakin maju, automatis lututku berkenaan paha dalamnya.

Saya mengawali memijat kening; pipi dan tempat sekitaran mata, tanpa lotion. Menyengaja kurundukkan badan supaya napas kami sama-sama berkenaan muka. Ada 2 – 3x Mbak Lis buka matanya. Seolah ingin tahu apa yang hendak kulakukan seterusnya dan ada cahaya nyaman dan sayang yang kutangkap. Kusentil ujung hidungnya. Saat kusentil bibirnya mirip orang saat akan menghidupkan knob lampu

“Uuhh..usil”. Saya cuma tersenyum.

Kulanjutkan mengurut dan memijat 2 lengannya. Lantas mengurut segi kiri dan kanan badannya. Napasnya sedikit turun naik saat berkenaan segi luar susunya. Tanpa menanyakan dahulu, saya memijat dada sekarang ini. Dari bawah leher terus turun. 2 pentilnya tidak kusentuh. Kupijat dadanya, bukan, lebih pas mengurut dan meremas perlahan. Mbak Lis semakin turun naik dadanya. Kulirik dua tangannya kuat mencekram sprei. Susu Mbak Lis lebih mengeras dan 2 pentilnya semakin tegak.

Saya memikatnya dengan menyinggung pentil kirinya

“Kok tegang dan keras Mbak..”.
“Mas ini..ahh..malu saya”, tutur Mbak Lis.

Pada bagian perut saya cuma mengurutnya perlahan. Turun kembali..tempat vagina. Saya awali dengan memijat dan mengurut paha dahulu. Dari bawah ke atas. 2 jempolku berkenaan kembali tempat vagina dan anusnya. Tempat itu terang benar-benar peka untuk siapa saja.

“Eeemmm”, Mbak Lis mulai mengeluh dan sprei semakin kusut karena cengkramannya.

Kusaksikan memang vaginanya telah basah dan keluarkan cairan. Nanggung, kuurut juga dinding luar vagina Mbak Lis.

“Hmpf..hmpf..eengghh..ennggghh”, desah dan erangan Mbak Lis semakin keras bergema di dalam kamar kami.

Vagina semakin basah dan cairannya mulai mengucur ke luar. Kusengaja berlama2 tempat ini. Jempolku terkadang kuurutkan di sungai luar vagina, yang membuat renyutan di vagina Mbak Lis tambah kuat.

“Mmmass..kamu apain mpekkuuu…”, racau Mbak Lis.
“Mbak kotor bahasanya ih..”, saya memberi komentar.
“Kamu kok nakal Mmmasss..Oouugghhh..eemmppfff”. 5menit selanjutnya tangan Mbak Lis mencekram lenganku kuat2 dan mengusung 2 pahanya, membuat huruf A. “Aaaahhh..Mmmmasss..uuhhfffssttt..eeemmm”, dibarengi lenguhan napasnya yang terhembus keras dan lava panasnya mengucur cepat membuat pulau yang lumayan luas di sprei.

 

Comments are closed.